Keganasan penyakit korupsi yang tengah menyerang bangsa kita, telah
mencederai sendi Trias politik negara kesatuan indonesia, yang berakibat
pada menghambatnya laju pembangunan bangsa, tindak pidana korupsi di
Indonesia telah terjadi secara meluas, dan telah menjadi suatu penyakit
yang sangat parah yang tidak hanya merugikan keuangan negara, melainkan
juga telah menyerobot terhadap hak – hak sosial dan ekonomi masyarakat,
menggeroti demokrasi, merusak aturan hukum, serta memundurkan
pembangunan dan memudarkan masa depan bangsa.
Perilaku korupsi ini tidak hanya dapat diartikan mengandung pegertian
penyalah gunaan wewenang, kekuasaan, ataupun kewenagan yang
mengakibatkan kerugian keuangan dan aset negara, tetapi juga berpengaruh
pada setiap kebijakan dan tindakan yang menimbulkan depresiasi nilai
publik, baik tidak sengaja, ataupun terpaksa. Kebrobrokan integritas dan
mental korup para penyelenggara negara tidak hanya menempatkan bangsa
indonesia terkorup dunia tetapi bahkan kondisi seperti ini dapat saja
mengiring bangsa ini kearah kehancuran, failet state, atau ambruk
keropos diakibatkan korupsi.
Memang penyakit korupsi ini tidak hanya menyerang pada suatu negara,
bahkan ia telah menjadi acaman serius bagi kebanyakan negara – negara
dibelahan dunia, sejauh ini angka korupsi di indonesia yang terungkap
sepanjang tahun 2004 – 2011 tidak kurang dari Rp 39, 3 triliunan uang
negara habis dikorup para penjabat negara.
Anggka ini jangan – jangan jauh lebih besar, bisa saja anggka
tersebut hanyalah fenomena sebagai fakta permukaan dari realita korupsi
yang berlapis dinegeri ini, sekalipun belum terungkap tuntas berbagai
praktik korupsi, penyingkapan 1.408 kasus selama delapan tahun sudah
membuat berbagai kalangan terperangah betapa korupnya sistem birokrasi
indonesia.
Meski fenomena korupsi ini telah menjadi penyakit kronis dan sistemik
yang sangat sulit untuk disembuhkan, namun ada tren lain yang muncul
dalam melawan perilaku korupsi, dimana penjabat negara begitu lantang
membicarakan bahaya korupsi, namun tidak sedikit pula maling teriak
maling, sikap yang tidak jujur ini terbukti dari begitu banyaknya undang
– undang di buat untuk mencegah korupsi, tapi korupsi justru berkembang
subur.
Bila demikian, sudah sepatutnyalah kita pertanyakan kembali komitmen
pemimpin negeri ini untuk memberantas korupsi, sudah saatnya pula kita
tanya pada diri kita masing – masing sampai dimana kita berlaku jujur
dalam menjalankan kehidupan sehari – hari, lalu untuk apa ritual hari
anti korupsi yang setiap tahunnya kita peringanti, pertanyan seperti ini
sangat wajar untuk kita kemukakan, jika ternyata penyakit korupsi itu
tetap saja menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan negeri ini.
Melalui momentum hari anti korupsi sedunia ini mari kita refleksi
kembali, menyalakan kembali semangat memerangi korupsi, paling tidak
memulainya dari kita sendiri untuk tidak melakukan korupsi jangan hanya
terkesan pemberantasan korupsi hanya sebatas retorika belaka, dimana
masyarakat semakin sengsara pelaku semakin bertambah kaya.
Semangat anti korupsi mesti terus berlanjut, meski persoalan ini
bertambah absurd untuk itu diperlukan sosok pemimpin yang memiliki
komitmen dalam memerangi praktik korupsi yang tidak hanya memakai gaya –
gaya lama dengan menjadikan isu pemberantasan korupsi sebagai kekuatan
untuk menduduki tampuk kekuasaan, serta mempunyai kopetensi terhadap
reformasi administrasi negara secara tepat serta menyusun agenda dan
pelaksana kebijakan dan pembangunan yang ditujukan pada kepentingan
rakyat, serta meluruskan kembali birokrsi pada posisi dan peran yang
sebenarnya selaku pelayanan publik, kemampuan dan kemauan borokrasi
untuk melakukan langkah yang mencakup perubahan prilaku yang
mengedepankan netralitas, profesionalitas, demokrasi, transpransi dan
mandiri disertai perbaikan semangat kerja dalam mengelola pelayanan.
Untuk memberantas korupsi diperlukan agenda dan prioritas yang jelas
dengan memberikan sanksi yang berat kepada pelaku, disamping itu perlu
dilakukan kempanye dalam masyarakat agar korupsi di pandang sebagai
penyakit sosial tidandakan kriminal yang merupakan musuh publik, Pers
sebagai kontrol sosialpun harus diberikan kebebasan yang bertanggung
jawab dalam mengungkapkan dan memberitakan tindak korupsi. pengembagan
budaya malu korupsi harus di sertai dengan upaya menumbuhkan budaya
bersalah individu dalam diri yang akan melawan budaya korupsi itu
sendiri.
Pemberantasan korupsi adalah suatu kerangka hukum nyata dalam
penegakkan hukum tampa campur tangan politik. Adapun tujuan itu untuk
menghindari konflik kepentingan dan intervensi kekuasaan terhadap proses
hukum, menyakini bahwa untuk memerangi korupsi diperlukan kerja sama
antara masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah diantara berbagai butir
penting lainya semua penyelenggaraan pemerintahan harus dilakukan secara
transparan dan akuntabel serta harus menjamin independensi, integritas,
dan dipolitisasi sistem peradilan sebagai bagian penting dari tegaknya
hukum yang akan menjadi tumpuan dari semua upaya pemberantasan korupsi
serta pengawasan yang efektif.
Sumber : http://diliputnews.com