-Ketua Forum Peduli Masyarakat Miskin (FPMM) Cabang Jakarta Timur

-Sekretaris Forum Redam Korupsi (FORK) Cabang Jakarta Timur

Selasa, 28 Mei 2013

Gerakan Anti Korupsi, Optimistis Menuju Kondisi Lebih Baik

Korupsi tidak membuat masyarakat sejahtera. Hal ini dikarenakan  tindakan korupsi merampas hak ekonomi masyarakat untuk hidup lebih baik. Birokrat sebagai abdi masyarakat seharusnya melayani rakyat, bukan  sebaliknya mendapatkan atau mengharapkan “kelebihan”  dari mayarakat. Demikian setidaknya yang dapat kita pantau dalam perbincangan publik sehari-hari.
Dalam dekade pasca reformasi atau sepuluh tahun berjalan upaya-upaya untuk mengurangi perilaku koruptif ini telah dilakukan. Hasilnya dapat kita lihat dalam pemberitaan korupsi yang marak di berbagai media, baik media cetak, online maupun media elektronik. Dalam pemberitaan ini tampak adanya aspek penegakan hukum terhadap perilaku korupsi. Kasus-kasus korupsi yang menimpa pejabat di lingkungan eksekutif, legislatif maupun yudikatif diberitakan telah disidangkan, atau pelakunya dihukum dan dipenjarakan. Sayangnya dalam pemberitaan tersebut persepsi yang seringkali muncul adalah maraknya (kuantitas) tindakan korupsi yang dilakukan oleh pejabat-pejabat ini. Bukan aspek positifnya yaitu proses penegakan hukum terhadap tindak kejahatan korupsi ini.

Jumat, 24 Mei 2013

Memuliakan Orang Miskin

Kemiskinan masih menjadi masalah utama bangsa. Versi pemerintah, Data Bappenas menyatakan, hingga Maret 2012, tingkat kemiskinan telah turun menjadi 11.96 persen (29.13 juta jiwa). Sebelumnya, per Maret 2011, tingkat kemiskinan nasional 12,49 persen. Pada 2010, 13,33 persen. Penduduk miskin di Indonesia tersebar tidak merata. Jumlah terbesar (57,8 persen) berada di pulau Jawa. Lalu sebanyak 21 persen di Sumatera, 7,5 persen di Sulawesi, 6,2 persen di Nusa Tenggara, 4,2 persen di Maluku dan Papua. Terkecil di Kalimantan (3,4 persen). Sekali lagi, ini versi pemerintah.

Rabu, 22 Mei 2013

BILA BUDAYA KORUPSI MERACUNI BIROKRASI

BUDAYA KORUPSI MAKIN BERKARAT

Masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi dengan kata korupsi bahkan rakyat jelata yang tinggal dipelosok desa pun mengenal korupsi. Gerakan anti korupsi digelar disetiap tempat, gerakan pemberatasan KKN digulirkan dan jihad melawan kriminal birokrasi ditegakkan dengan harapan prilaku insan birokrasi dan sistem pemerintahan berubah menjadi lebih baik. Hampir seluruh lapisan masyarakat Indonesia berkeinginan negerinya yang tercinta bebas dari penyakit korupsi serta sistem birokrasi yang ruwet sehingga tercipta sistem sosial, politik dan ekonomi yang adil, bermoral dan agamis. Namun harapan indah itu saat ini seakan hanya ada dalam angan-angan bahkan mungkin sebuah mimpi karena betapa banyak usaha yang telah dilakukan namun penyakit ini seakan sudah mengakar kuat kuat sehingga tidak bergeming. Bahkan berbagai bencana yang mendera negeri kita belum juga mampu merubah perilaku para koruptor dan  para birokrat.
Berbagai kejahatan berlindung di bawah payung hukum positif dan tanpa diketahui masyarakat atau bahkan aparat penegak hukum terlibat didalamnya. Apabila ada yang terbongkar, itu hanya kasus-kasus tertentu saja dan  itupun  terkadang tidak ada tindak lanjutnya hingga masyarakat lupa dan kasus dianggap selesai.

Sabtu, 18 Mei 2013

MENGAPA KEMISKINAN DI INDONESIA MENJADI MASALAH BERKELANJUTAN ?


Sejak awal kemerdekaanya, bangsa Indonesia telah mempunyai perhatian yang besar kepada terciptanya masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana termuat dalam alinea keempat Undang-Undang Dasar 1945. Program-program pembangunan yang dilaksanakan selama ini juga selalu memberikan perhatian besar terhadap upaya pengentasan kemiskinan karena pada dasarnya pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meskipun demikian, masalah kemiskinan sampai saat ini terus-menerus menjadi masalah yang berkepanjangan.
Pada umumnya, partai-partai peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2004 juga mencantumkan program pengentasan
kemiskinan sebagai program utama dalam platform mereka. Pada masa Orde Baru, walaupun mengalami pertumbuhan ekonomi cukup tinggi, yaitu rata-rata sebesar 7,5 persen selama tahun 1970-1996, penduduk miskin di Indonesia tetap tinggi.

Rabu, 15 Mei 2013

Reformasi Birokrasi Dalam Pencegahan Korupsi


Reformasi Birokrasi Dalam Pencegahan Korupsi
Pembelajaran dan contoh yang baik dalam praktik reformasi birokrasi akan bisa meningkatkan pelayanan publik yang transparan dan akuntabel. Hal ini diharapkan dapat mengurangi praktik-praktik korupsi di birokrasi dan dapat turut mendorong pembangunan daerah yang berkeadilan dan menyejahterakan rakyat (BP 13/10-2012).

Korupsi, Demokrasi & Pembangunan

Negara-negara yang memiliki proses politik yang tidak stabil, sistem pemerintahan yang dikembangkan dengan tidak baik, dan rakyat yang miskin terbuka untuk disalahgunakan kaum oportunis yang menjanjikan pembangunan sumber daya atau infrastruktur dengan cepat, namun tidak mau bersaing dengan terbuka secara demokratis, mereka yang membawa janji-janji dan memberikan harapan masa depan yang lebih baik, namun cara mereka untuk menjalankan bisnis politiknya adalah merusak negerinya dengan korupsi. 

Untuk negara kita sekalipun dalam undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mulai dari UU No.3 tahun 1971 Jo. UU No.31 tahun 1999 Jo. UU No.20 tahun 2001 yang dalam pertimbangan UU tersebut telah menegaskan bahwa “akibat tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini selain merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, juga menghabat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi”. namun faktanya korupsi telah mewabah kemana-mana dan telah mengganggu pembangunan nasional. Otonomi Daerah dalam sistem pemerintahan Indonesia yang dijalankan telah memindahkan korupsi yang ada di tingkat pusat ke daerah-daerah yang secara kuantitasnya justeru jauh lebih besar dari yang ada di tingkat pusat. 

Perbedaan Hukum Positif dan Hukum Islam

Berikut ini perbedaan tentang Hukum Positif dan Hukum Islam
1. Asas manfaat.
Asas manfaat jasadiah mendorong sikap materialistik; menjadikan segala sesuatu diukur oleh harta dan kekuasaan. Akhirnya, hawa nafsu dijadikan standar untuk menilai segala sesuatu. Hukum menjadi samar ketika hawa nafsu mendominasi para wakil rakyat. Demi materi dan kekuasaan nasib rakyat pun tergadaikan. Tengok saja produk hukum kita mulai dari UU Ketenagalistrikan, UU Energi, UU SDA, UU Migas dll yang lebih berpihak kepada yang ’berduit’, sementara rakyat semakin pailit (baca: miskin).
2. Hukum yang bersifat relatif.
Diserahkannya pembuatan hukum kepada manusia telah menjadikan hukum bersifat relatif. Hukum dengan mudah berubah sesuai dengan kepentingan pihak-pihak yang memiliki akses dan kekuatan untuk mempengaruhi proses pembuatan hukum. Produk hukum pun akan lebih banyak mengadopsi kepentingan mereka. Akhirnya, rakyat dirugikan.